Klikpantura.com Jakarta, 24 Oktober 2025** — Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Keluarga Minangkabau (DPP IKM) kembali menghadirkan kegiatan kebersamaan bagi perantau Minang. Kali ini, DPP IKM mengadakan **nonton bareng (nobar) gratis** film *“Menuju Pelaminan”* yang akan digelar pada:
*Senin, 27 Oktober 2025**
*Pukul 18.30 WIB**
*XXI Lantai 5, Plaza Senayan – Jakarta**
Sebanyak 750 tiket gratis disediakan bagi *Dunsanak Perantau Minang**, dan pendaftaran dibuka hingga **Sabtu, 25 Oktober 2025**. Kegiatan ini diharapkan menjadi ajang silaturahmi dan hiburan bagi para perantau, sekaligus mempererat rasa kebersamaan di tengah kesibukan kehidupan kota.
Ajakan untuk Tidak Melupakan Karya Sastra* Namun, di tengah antusiasme menyambut acara nobar ini, muncul pula suara reflektif dari kalangan penulis Minang. Salah satunya datang dari **Novita Sari Yahya**, penulis antologi cerpen *“Romansa Cinta”* yang berisi 23 karya pendek bertema kemanusiaan dan cinta dalam berbagai dimensi sosial.
Menurut Novita, kegiatan seperti nobar tentu positif, tetapi IKM juga diharapkan dapat memberi ruang bagi karya sastra yang memiliki nilai literer dan refleksi sosial lebih dalam.
“Karya sastra sejatinya adalah cermin bangsa. Dari sanalah lahir kesadaran budaya dan idealisme. Tanpa itu, kita hanya akan menertawakan penderitaan sendiri,” ujar Novita.
Ia mencontohkan karya-karya besar seperti *Tenggelamnya Kapal van der Wijck* (Hamka), *Robohnya Surau Kami* (A.A. Navis), dan *Sitti Nurbaya* (Marah Rusli) sebagai warisan sastra Minang yang melampaui zaman karena mengandung nilai moral dan sosial yang kuat.
Novita juga mengingatkan bahwa represi terhadap karya sastra—seperti pelarangan buku atau pembatasan ide—dapat mematikan daya cipta bangsa. “Tidak ada karya besar yang lahir dari rasa takut,” katanya.
Karya yang Tumbuh dari Idealisme* Meskipun sempat menghadapi pembatasan, *Romansa Cinta* tetap hidup di kalangan pembaca muda dan aktivis. Buku tersebut bahkan dicetak ulang secara mandiri sebagai simbol semangat perlawanan dan cinta terhadap literasi.
Novita menyebut, hasil penjualan bukunya juga digunakan untuk membiayai kegiatan sosial. “Saya menulis bukan untuk kekuasaan, tapi agar tetap hidup dalam ingatan pembaca,” ujarnya penuh makna.
Menulis untuk Keabadian Bagi Novita Sari Yahya, menulis adalah bentuk perjuangan dan dedikasi terhadap bangsa. Ia percaya, selama masih ada pembaca dan hati yang tersentuh, maka karya sastra akan terus hidup melewati waktu dan generasi.
> “Sejarah akan ditulis oleh kita sendiri, dengan tinta perjuangan dan idealisme,” tulisnya dalam penutup pesannya.
Dengan semangat itu, kegiatan nobar “Menuju Pelaminan” diharapkan bukan hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga momentum untuk kembali menghidupkan kecintaan terhadap budaya, sastra, dan karya-karya bernilai yang mencerminkan jati diri bangsa Minangkabau.
Narasumber:** Novita Sari Yahya, penulis *Romansa Cinta*

0Komentar